SELATPANJANG-Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Kabupaten Kepulauan Meranti dengan terpaksa mencoret empat kegiatan budaya tahun 2016 ini akibat rasionalisasi anggaran. Alamat bakal datang kiamat kecil karena indentitas diri Meranti akan hilang. Sebab, kegiatan tahunan ini dipandang sangat mendidik dan melestarikan budaya. Tak hanya itu, kegiatan yang terjengkang dari APBD itu juga sebuah upaya mempromosikan negeri Sagu ini.
Adapun empat kegiatan diyakini bakal ”ditelan bumi” tersebut adalah, Pesta Sungai Bokor di Desa Bokor Kecamatan Rangsang Barat, Pesta Pantai Tanjungpi sang di Desa Tanjungpisang Kecamatan Tasik Putripuyu, Festival Gasing di Desa Merantibunting Kecamatan Merbau dan Mencelup Mentarang di Desa Tanah Merah Kecamatan Rangsang Pesi
sir.
Sekretaris Disparpora Kepulauan Meranti, Ismail Arsyad, menjawab Jumat (8/1), mengakui adanya penghapuskan empat kegiatan tersebut karene rasionalisasi. Hati kecil Ismail, merasa tak sedap namun diapun tak berdaya menjadi palang pintu agar kegiatan tersebut tetap dilaksanakan. ”Memang ada penghapuskan empat kegiatan itu, padahal kita membuat event itu untuk promosi daerah. Dengan adanya event itu diharapkan wisatawan akan datang,” ungkap Ismail yang biasa disapa kalangan seniman Meranti Ayah Mail. Konon, setelah empat ivent tersebut dihapus Disparpora Meranti tetap akan melakukan promosi melalui media sosial dan media pemberitaan. Hal ini
bertujuan agar dunia wisataw di Meranti tetap hidup dan pelancong tetap mengunjungi Kepulauan Meranti.
“Dalam APBD mendatang, anggaran yang biasa untuk event budaya dan pariwisata untuk sementara dialihkan untuk kepentingan lain, namun masyarakat dipersilakan untuk menggelar event seperti itu. Kalau tahun 2015 lalu Disparpora menganggarkan sebanyak Rp7 miliar namun sekarang dipangkas tinggal Rp4 miliar,” beber Ismail.\ Menanggapi Pesta Sungai Bokor dihapus dari kegiatan APBD, Sopandi salah seorang seniman Meranti sangat menyangkannya. Sebab, kegiatan ini bukan kegiatan
main-main dan sudah masuk agenda nasional. ”Dari sini bisa kita lihat sejauh mana pemerintah daerah terutama dinasterkait peduli dengan kegiatan budaya, padahal pembangunan budaya dan pelestariannya lebih penting dari kegiatan lainnya,” ungkap Sopandi.
Sopandi memang tak kesah jika anggaran kegiatan itu dihapus, sebab dia sebagai pelaksana kegiatan akan tetap melakukan kegiatan tersebut dengan apa adanya. ”Kami tetap melaksanakankegiatan itu, paling tidak dengan swadaya masyarakat,” kata Sopandi. Pesta Sungai Bokor, sambung Sopandi, sudah dilaksanakan sejak tahun 2011 hingga 2015. Namun, pada tahun 2013 lalu anggaran kegiatan ini juga sempat hilang dari APBD murni Meranti dan sebagai penaja Sopandi dengan kawan-kawan di Sanggar Bathin Galang tetap melaksanakan kegiatan tersebut. ”Meskipun nantinya terasa berat karena anggaran ditiadakan, kita tetap melaksanakan Pesta Sungai Bokor terssebut,” ucap Sopandi.
Secara terpisah, seniman musik Riau yang kini bermastautin di Meranti, Taufik Hidayat alias Atan Lasak, sepakat dengan Sopandi bahwa pembangunan budaya adalah di atas segalapembangunan yang ada pada suatu daerah. Sebab, budaya adalah indentitas suatu daerah dan jika negeri sudah berbudaya dapat dipastikan orang-orang yang hidup di dalam suatu darah itu berbudi. ”Apa jadinya Meranti nantinya jika tidak punya indentitas diri, manusia yang ada didalamnya sudah tak perduli, manusianya sudah tidak ada lagi tenggang rasa. Ini bisa dikatakan kiamat kecil bagi Meranti sendiri,” ungkap Atan Lasak.(*/FR)